KBRN, Bukittinggi Keduanya sama-sama terbuat dari bahan beras ketan, tetapi memiliki citarasa yang kontras berbeda. Jika yang satu terasa asin gurih, yang lainnya bercitarasa manis bercampur asam dengan sensasi segar seperti soda. Saat keduanya bersatu, sensasi yang baru pun akan muncul.
Itulah kira-kira gambaran paduan antara lamang katan (ketan) dan tapai ketan hitam yang tersaji nikmat sebagai hidangan khas Minangkabau, lamang tapai. Lamang katan merupakan hidangan khas di beberapa daerah yang kuat dipengaruhi kebudayaan rumpun Melayu seperti Bangka Belitung, Riau dan Sumatera Barat. Hidangan ini terbuat dari beras ketan yang dimasak bersama santan dalam buluh-buluh bambu dan dilapisi daun pisang.
Dari aspek citarasa, tapai ketan ini memiliki rasa manis bercampur asam. Karakter in muncul dari keberadaan zat gula sederhana dan asam asetat yang dihasilkan selama proses fermentasi. Selain itu adanya alkohol yang terbentuk menghasilkan citarasa segar seperti soda saat menyentuh lidah. Kadar alkohol ini akan terus meningkat jika fermentasi dibiarkan terus berlangsung. Karena itu, umumnya tapai yang digunakan adalah yang usia fermentasinya berkisar antara 2-3 hari.
Dalam penyajiannya, lamang yang telah dikeluarkan dari batang bambunya dipotong dengan ketebalan sekitar 2 centimeter, kemudian diletakkan dalam wadah berupa mangkuk. Tapai beserta kuahnya yang berfungsi sebagai topping disiramkan di atas lamang. Potongan lamang yang berstektur padat dan bercitarasa gurih berpadu nikmat dengan kuah yang manis asam menghasilkan rasa yang unik dan segar di lidah, apalgi jika di nikmati pada saat berbuka puasa di bulan Ramadhan.